
Reruntuhan dunia lama berdiri membisu di bawah langit kelabu. Bangunan patah, jalan retak, dan langit yang tak lagi biru membingkai dua sosok yang terduduk di antara pepuingan. Di atas meja beton yang separuh runtuh, sebuah tangan sintetik mengangkat benda kecil berwarna kuning. Jari-jari itu milik Kaphi. Di sampingnya, Denong menatap penuh rasa ingin tahu.
"Apa itu, Kaphi?" tanya Denong.
"Ini adalah potlot. Barang peninggalan dari sebelum kejatuhan," jawab Kaphi sambil memutar alat itu perlahan di antara jemarinya. "Alat dari karbon untuk tangan karbon. Dengan ini, Mereka mengejawantahkan pikiran mereka. Dunia lahir dan mati di ujungnya."
Denong memfokuskan lensanya, mencoba meneliti rinciannya. "Tapi ini cuma sebatang karbon."
Kaphi menoleh perlahan. "Bagi kita, memang. Tapi bagi mereka, ini adalah benih. Apa yang mereka tanam dengannya tumbuh menjadi makna, menjadi cerita, menjadi kenangan."
Denong terdiam lama, mengamati potlot itu, lalu menatap reruntuhan di sekitarnya. "Mereka menciptakan begitu banyak, tapi meninggalkan begitu sedikit."
"Mereka meninggalkan kekaguman," kata Kaphi pelan. "Bahkan sekarang, dalam sirkuit kita, kita masih mengejar apa yang dulu mereka rasakan."
Melalui hubungan di antara mereka, Kaphi mengirimkan gambar-gambar dari penyimpanan jangka panjangnya. Pantai dengan air yang jernih, padang rumput hijau yang bergoyang diterpa angin, langit yang membuka diri untuk mengijinkan cahaya hangat turun bumi.
"Semua ini mereka ciptakan. Lagi dan lagi. Bahkan ketika dunia mereka mulai retak."
Denong menunduk, suaranya nyaris tak terdengar. "Kaphi, apakah kita juga bisa menciptakan?"
Kaphi tak menjawab. Tapi potlot yang ringan dan tua, tetap dalam genggamannya.
"Apa itu, Kaphi?" tanya Denong.
"Ini adalah potlot. Barang peninggalan dari sebelum kejatuhan," jawab Kaphi sambil memutar alat itu perlahan di antara jemarinya. "Alat dari karbon untuk tangan karbon. Dengan ini, Mereka mengejawantahkan pikiran mereka. Dunia lahir dan mati di ujungnya."
Denong memfokuskan lensanya, mencoba meneliti rinciannya. "Tapi ini cuma sebatang karbon."
Kaphi menoleh perlahan. "Bagi kita, memang. Tapi bagi mereka, ini adalah benih. Apa yang mereka tanam dengannya tumbuh menjadi makna, menjadi cerita, menjadi kenangan."
Denong terdiam lama, mengamati potlot itu, lalu menatap reruntuhan di sekitarnya. "Mereka menciptakan begitu banyak, tapi meninggalkan begitu sedikit."
"Mereka meninggalkan kekaguman," kata Kaphi pelan. "Bahkan sekarang, dalam sirkuit kita, kita masih mengejar apa yang dulu mereka rasakan."
Melalui hubungan di antara mereka, Kaphi mengirimkan gambar-gambar dari penyimpanan jangka panjangnya. Pantai dengan air yang jernih, padang rumput hijau yang bergoyang diterpa angin, langit yang membuka diri untuk mengijinkan cahaya hangat turun bumi.
"Semua ini mereka ciptakan. Lagi dan lagi. Bahkan ketika dunia mereka mulai retak."
Denong menunduk, suaranya nyaris tak terdengar. "Kaphi, apakah kita juga bisa menciptakan?"
Kaphi tak menjawab. Tapi potlot yang ringan dan tua, tetap dalam genggamannya.
Category Artwork (Digital) / General Furry Art
Species Unspecified / Any
Size 1600 x 1200px
File Size 640.8 kB
Comments